JAKARTA–Dr (Cand) Djuyamto,SH.MH (55) Pria kelahiran Kartasura, Sukoharjo Jawa Tengah yang akrab di sapa Om Djoe, Mas Djoe, atau Pak Djoe adalah seorang Hakim yang saat ini menjabat Humas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Klas IA Khusus.
Perjalanan kariernya diawali tahun 2022 di Pengadilan Negeri Tanjungpandan, kemudian tahun 2007 mutasi ke PN Temanggung, lalu tahun 2009 mutasi ke PN Karawang, dan tahun 2012 dipercaya menjadi asisten Hakim Agung di Mahkamah Agung RI, tahun 2014 menjadi Wakil Ketua PN Dompu, Tahun 2016 menjadi Ketua PN DompuDompu, tahun 2017 promosi menjadi Hakim di PN Bekasi Klas I A Khusus, Tahun 2019 masuk ke PN Jakarta Utara dan mulai awal Maret 2022 memperoleh mutasi ke PN Jakarta Selatan Klas IA Khusus Hakim yang juga menjabat Humas.
Dr.(Cand) Djuyamto.SH.MH., juga sebagai Ketua Majelis Perkara Siap Penyidik KPK yang melibatkan pejabat tinggi negara. Namanya viral ketika menjadi Ketua Majelis Hakim yang menyuruh Terdakwa menyanyikan lagu Iwan Fals berjudul IBU di persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lalu menjadi Ketua Majelis Hakim persidangan dia polisi penyerang penyidik KPK Novel Baswedan yang cukup menjadi perhatian masyarakat luas, lalu menjadi Ketua Majelis Hakim perkara pembunuhan sadis satu keluarga di PN Bekasi.
Yang terbaru menjadi Ketua Majelis Hakim perkara mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Irjen Napoleon Bonaparte dalam kasus penganiayaan yang dilakukannya terhadap Muhammad Kece di PN Klas I A Khusus Jakarta Selatan.
Dikalangan Hakim Pak Djoe dikenal sebagai aktivis gerakan hakim yang terus memperjuangkan hak-hak konstitusional para hakim bersama Forum Diskusi Hakim Indonesia maupun dalam kapasitasnya sebagai salah satu seorang Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI).
Diluar tugas utamanya sebagai Hakim, Pak Djoe juga dikenal sebagai seorang yang menjunjung nilai tradisi leluhurnya. Itu dibuktikan dengan kecintaannya terhadap seni budaya dengan melibatkan diri selaku penggagas /pengasuh “Kartasura Greget” sebuah gerakan seni budaya untuk melestarikan nilai-nilai kearifan lokal.
Bahkan mempunyai talenta sebagai pencipa dan menyanyikan lagu berjudul Kartasura Greget yang isinya mengajak untuk mempraktekkan kebersamaan dan hidup rukun, gotong royong dalam masyarakat.
Serta menciptakan lagu “Balekno Tembokku” yang dinyanyikan bersama tim Kartasura Greget didasari keprihatinannya atas perusakan tembok eks kraton kartasura.
Tepat Hari Kebangkitan Nasional Ke-114 pada 22 Mei 2022 Ketua LembagaDewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat Dra.Gusti Raden Ajeng Koes Moertiyah,M.Pd menganugerahkan Djuyamto,SH,MH Gelar Kanjeng Raden Tumenggung dalam Serat Kekancingan (surat yang dikeluarkan-Red)
Nomor :LDA.22.02.4132 bahwa anugerah gelar yang diterima tertulis, Kanjeng Raden Tumenggung Djuyamto,SH.MH,.
Pemberian gelar tersebut bukan tanpa alasan, Gelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) merupakan gelar kehormatan untuk tokoh/pemimpin yang diyakini oleh Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat mampu berkarya serta melestarikan budaya serta menjaga keberagaman dalam bingkai NKRI.
Selain itu juga mendapatkan kepercayaan menjadi pembina beberapa komunitas sosial kemanusiaan serta organisasi pencak silat di Kota Kelahirannya.
Om Djoe juga diberi amanah sebagai Ketua Umum Asosiasi Seni Tarung Tradisi Indonesia (ASTA) Jawa Tengah.
Pengagum berat Gus Dur ini sangat gemar membaca hal tersebut dibuktikan dengan kebiasaannya untuk membeli buku tidak hanya buku mengenai hukum, tapi juga buku-buku politik, sejarah, budaya, religi dan sebagainya.
Kegemarannya ini merupakan wujud nyata mencontohkan budaya membaca yang mana di Negeri ini harus diakui memiliki tradisi literasi yang sangat tertinggal dari negara tetangga sekalipun.
Djuyanto, SH.MH, juga telah melouching Buku cetakan pertama setebal 121 halaman yang diterbitkan oleh Media Pressindo yang berjudul Kesaksian Perjuangan “KISAH NYATA” Para Pengadil Menuntut Hak-Hak Konstitusional dan Independensi Kekuasaan Kehakiman.
Kini Pak Djoe sedang menempuh perjalanan untuk meraih gelar akademik tertinggi sebagai mahasiswa program Doktoral di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. (GUN/RED)
Editor : Lilik Adi Goenawan