Jakarta, Suranesia.com – Isu perubahan iklim telah menjadi perbincangan global yang kian memanas, dan Indonesia, sebagai salah satu paru-paru dunia, selalu menjadi sorotan. Akhir-akhir ini, di tengah persiapan menyambut konferensi tingkat tinggi iklim global, COP30 (Conference of the Parties ke-30), muncul gelombang tuduhan negatif yang menargetkan serius kebijakan Karbon nasional. Kritik ini umumnya menuding bahwa langkah-langkah dekarbonisasi Indonesia masih setengah hati atau bahkan sekadar kosmetik belaka.
Namun, di balik hiruk-pikuk media darling tersebut, Penasihat Khusus Presiden bidang Perubahan Iklim, Dr. Ir. Pradana Wibowo, M.Sc., angkat bicara. Dalam sesi briefing eksklusif di Jakarta, beliau dengan lugas menjawab semua tuduhan, sekaligus memaparkan secara gamblang peta jalan hijau Indonesia yang sesungguhnya.
Navigasi Net-Zero Indonesia : Bukan Sekadar Janji Kampanye
Dr. Pradana memulai paparannya dengan menekankan bahwa komitmen Indonesia terhadap Net-Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat adalah sebuah keputusan strategis negara, bukan sekadar retorika politik. Kritik yang menyebutkan bahwa kebijakan Karbon di Indonesia kurang ambisius sering kali didasari oleh pemahaman yang parsial terhadap tantangan unik negara kepulauan ini.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Indonesia, dengan ketergantungan historisnya pada batu bara dan luasnya wilayah hutan tropis, menghadapi dilema ganda: menjaga pertumbuhan ekonomi sekaligus mempercepat transisi energi. Beliau menambahkan, “Mengatakan bahwa kebijakan Karbon kami lemah adalah mengabaikan inisiatif masif seperti pembangunan Green Industrial Park di Kalimantan Utara atau program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang didukung pendanaan internasional.”
Mekanisme Transparansi dan Skema Ekonomi
Salah satu tuduhan yang paling gencar dilontarkan menjelang COP30 adalah kurangnya transparansi dalam perhitungan baseline emisi. Menanggapi hal ini, Dr. Pradana menjelaskan bahwa Indonesia telah mengadopsi standar perhitungan internasional, yang diperkuat dengan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI). Ini memastikan bahwa setiap klaim penurunan emisi dapat diverifikasi secara ilmiah.
Selain itu, skema Perdagangan Karbon (Cap-and-Trade) yang baru saja diluncurkan merupakan instrumen pasar yang revolusioner. Langkah ini, yang menjadi inti dari kebijakan Karbon Indonesia saat ini, menciptakan nilai ekonomi bagi pengurangan emisi dan mendorong sektor swasta untuk berinvestasi dalam teknologi hijau. Ini adalah bentuk intervensi pasar yang cerdas, bukan sekadar regulasi kaku. Pergerakan dan dampaknya terhadap sektor industri lokal juga telah menjadi topik hangat, seperti yang dibahas dalam Depok update terbaru. Delegasi Indonesia akan membawa kemajuan implementasi skema ini ke meja diskusi di COP30.
Menyambut COP30 : Menjawab Tantangan Deforestation dan Nature-Based Solutions
Kritik tajam lainnya selalu tertuju pada isu deforestasi. Data menunjukkan bahwa laju deforestasi di Indonesia telah mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, sebuah pencapaian yang sering terlewatkan dalam narasi negatif. Penasihat Presiden ini menegaskan bahwa keberhasilan ini dicapai melalui pendekatan multisektoral, meliputi penguatan penegakan hukum, moratorium izin baru, serta replanting (penanaman kembali) lahan kritis.
“Fokus kami di COP30 mendatang bukan hanya pada transisi energi, melainkan juga pada Nature-Based Solutions (NBS),” ujar Dr. Pradana. Kebijakan Karbon Indonesia menempatkan hutan, gambut, dan mangrove sebagai aset vital dalam mitigasi. Program rehabilitasi mangrove terbesar di dunia sedang berjalan di Indonesia, menunjukkan komitmen nyata untuk menyerap CO2 secara alami.
Alokasi Dana Iklim : Mengubah Risiko Menjadi Investasi
Menyambut perhelatan akbar COP30, Dr. Pradana juga menyoroti masalah pendanaan. Tuduhan bahwa Indonesia hanya mengandalkan dana asing dan belum serius mengalokasikan anggaran domestik dibantah keras. Ia memaparkan adanya Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang kini aktif menyalurkan dana untuk program-program hijau, termasuk skema insentif bagi masyarakat adat yang menjaga hutan.
“Penting bagi publik untuk memahami bahwa kebijakan Karbon ini memerlukan investasi triliunan Rupiah. Kami sedang menggeser paradigma dari melihat ini sebagai biaya, menjadi investasi strategis untuk ketahanan masa depan,” tambahnya. Kabar baik ini juga menjadi sorotan di berbagai media, termasuk dalam berita Sumbar di sana, potensi ekonomi hijau dan dampaknya terhadap daerah pun mulai dikupas tuntas. Kehadiran delegasi Indonesia di COP30 akan menjadi momen krusial untuk menarik lebih banyak green investment yang selaras dengan agenda pembangunan berkelanjutan.
Masa Depan di Mata Dunia : Optimisme Menuju COP30
Secara keseluruhan, bantahan yang disampaikan oleh Penasihat Presiden tidak hanya defensif, tetapi juga ofensif dalam artian menunjukkan progres nyata yang sering terabaikan. Beliau berharap bahwa narasi negatif tidak mendominasi diskusi publik, apalagi menjelang COP30, sebuah forum yang sangat penting.
Indonesia adalah negara berkembang yang berkomitmen untuk menyeimbangkan hak atas pembangunan dengan tanggung jawab lingkungan. Setiap langkah dalam kebijakan Karbon nasional telah dikaji secara matang agar tidak mengorbankan kesejahteraan rakyat. Persiapan menuju COP30 adalah cerminan dari keseriusan ini. Indonesia tidak hanya ingin hadir; Indonesia ingin memimpin dengan contoh.
Dalam perjalanan menuju COP30, Penasihat Presiden mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk netizen Indonesia, untuk turut aktif mengawal dan memahami secara utuh kompleksitas kebijakan Karbon yang sedang dijalankan. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci, dan pemerintah siap menerima kritik konstruktif, asalkan didasari oleh data yang valid dan pemahaman yang komprehensif.







![[LIVE] Pembacaan Maulid Al-Habsyi, Tahlil & Doa Haul Abah Guru Sekumpul Tahun 2025](https://suaranesia.com/wp-content/uploads/2025/01/PEMBACAAN-360x200.jpg)

